Jumat, 20 Maret 2015

#kelilingborneo (3), Banjarmasin 3, 25 Januari 2015

Pagi-pagi sekali kami sudah bangun. Sama seperti kemarin, setelah sholat Shubuh kami langsung berangkat menuju pasar terapung. Kali ini adalah pasar terapung sungai Kuin.  

Wisatawan banyak yang datang kesini karena memang aksesnya mudah. Namun harga-harga yang ditawarkan jauh lebih mahal dari pasar terapung Lok Baintan.
  
Menuju pasar terapung sungai Kuin bisa menggunakan motor atau mobil, kemudian parkir di dermaga dan kita menyewa perahu (kelotok).

Karena ramai, maka harga sewa kelotok pun mahal. Dari harga Rp 400rb ditawarkan. Kami menolak, kami ingin bergabung dengan kelompok lain agar lebih murah patungannya, gak boleh. 
Edan.  Aturan yang dibuat sepihak. Jadi kalau kita datang berbeda rombongan, gak bisa langsung jadi satu.

Kami pun bete, memang di pasar terapung sungai kuin tidak bisa dari rumah penduduk, karena sungainya besar sekali, tidak ada jembatan, dan sungai ini mengarah ke Laut, sehingga memang diperlukan kelotok untuk ke pasar terapung.

April 2014 lalu kami menyewa kelotok Rp 150rb, Eva berusaha menghubungi kelotok yang dulu, sayangnya sedang sakit, dan tidak mau ambil dari dermaga yang kami datangi, karena sudah ada bagian-bagiannya, sedangkan dermaga yang dulu kami datangi, cukup jauh, dan lebih dari 1 jam menuju pasar terapung.

Akhirnya kami pergi ke parkiran motor, salah seorang penyewa kelotok menghampiri kami, dan bertanya berapa harga yang kami mau. Kami menyebutkan Rp 150rb. Bagi kami itu sudah cukup mahal, karena jaraknya sudah sangat dekat. Awalnya mereka tidak mau, namun setelah melihat kami serius mau pergi, mereka mengalah.

Saya bisiki Eva, "wah, berarti kudu gertak juga ya..."  Eva mengangguk. Akhirnya kami masuk kelotok, katanya mau digabung sama yang lain. Nyatanya cuma kami saja yang ada di kelotok.

Di pasar terapung sungai Kuin terlihat memang diadakan untuk jual beli, berbeda dengan pasar terapung Lok Baintan yang melewati perumahan warga. Di pasar terapung sungai Kuin kita akan melihat banyak kapal besar, ada pengangkut kayu-kayu, dan lain-lain.

Untuk belanja disinipun harus menggunakan kelotok, bukan menunggu dibelakang rumah. Memang suasananya berbeda antara dua pasar terapung ini.


Makan pagi, kami membeli soto banjar sungai terapung. 

Seru juga makan nasi dengan kuah di kelotok. Haha, dan soto banjar pasar terapung sungai Kuin ini terkenal loh. Waktu April 2014 lalu, saya gak makan soto Banjar di pasar terapung ini, karena pas ga jualan.


Selesai dari pasar terapung sungai Kuin, ada sebuah pulau, namanya pulau Kembang. Salah satu tempat wisata juga, yang dihuni oleh orang hutan.

Enaknya di pulau Kembang ini, walau orang hutan-nya liar, tetapi tidak ganas.  Makanan yang kita genggam, dambil dengan lembut dengan tangannya yang kecil.  Namun jika kita lengah, orang utan akan sigap mengambil makanan kita, baik yang didekat kita atapun yang kita bawa.  Agar  lebih yakin, kita bisa minta tolong acil (tante) pemandu untuk menjaga kita.


Yang anehnya, orang utan ini tidak berani mengambil makanan yang berada ditangan pemandu, walaupun pemandu ini lengah. Haha.. pintar-pintar ya..  Kalau beruntung, kita bisa ketemu Bekantan yang pemalu. Bekantan ini singkatan Belanda Kalimantan, sejenis monyet berhidung panjang, dengan rambut berwarna cokelat kemerahan.

Selapas dari pulau Kembang, kami kembali ke parkiran motor dan menuju pasar terapung pusat kota. Pasar terapung pusat kota, pasar terapung Siring Tendean, biasanya mulai pukul 08:00 WITA. Di pasar ini uniknya, pembeli tidak perlu menyewa kelotok, cukup duduk dipinggir sungai, maka para pedagang menghampiri. 


Backgroundnya pun berbeda, suasana kota Banjarmasin ada di pasar terapung ini.  Pasar terapung tengah kota ini hanya ada hari Minggu pagi.  Jadi jika anda ingin ke Banjarmasin dan menikmati 3 macam pasar terapung, pastikan anda berada di Banjarmasin pada hari Minggu.


Selesai foto-foto di pasar terapung Siring Tendean, kami pulang ke penginapan. Eva pergi sejenak ke sahabatnya yang menikah dan dilanjutkan dengan siaran. Eva ini juga penyiar radio loh..  


Di penginapan, kami mulai berkemas, karena besok akan melanjutkan perjalanan menuju Balikpapan. Tidak lupa kami menghubungi Junjung Buih Spa, karena rencananya nanti malam kami mau pijat disana. Badan sudah mulai remuk, karena kurang istirahat, dan manggul kamera plus tripod tentunya.

Jam 13:00 WITA, Eva sudah nongol lagi di penginapan, dan mengajak makan siang khas Banjar, namanya selada Banjar. Iya, makan daun selada, lalapan, tapi yang ini bukan dilalap :)


Namun, rumah makan Selada Banjar yang terkenal enak, sudah habis, akhirnya kami mencari ditempat lain, dan ternyata sudah habis juga. Akhirnya Eva mengajak kami ke tempat terakhir.  Memang harganya cukup mahal, tapi minimal kami sudah mencicipi Selada Banjar.

Karena saya gak suka selada, saya memilih makanan lain, dan lagi-lagi udang. Hehehe.... 

Hujan terus mengguyur, sehingga kami cukup lama di restoran ini. Setelah itu kami pulang ke penginapan mengambil kamera, karena rencananya mau hunting matahari terbenam di rooftop hotel.  

Jangan ngebayangin rooftop di Jakarta yang lantainya bisa 40an lebih, di Banjarmasin gedungnya ga tinggi-tinggi, Jadi gak akan bisa lihat seluruh Banjarmasin dari hotel ini :)




Menjelang Maghrib, kami menuju hotel ini dan langsung memesan makanan (lagi).  Rupanya banyak juga yang makan disini, namun karena kursinya cukup banyak, baik diluar dan didalam, sehingga kami tidak perlu antri. Hm, sepertinya ada yang lagi motret prewed.. hahaha...




Sehabis Maghrib kami menuju Junjung Buih Spa untuk dipijat. Paket yang kami pilih adalah Pijat komplit 90 menit, pijat tradisional dan siatsu. Harganya Rp 80rb dan diskon 20% dari BPTV (Boarding Pass Travel Value) Garuda Indonesia.




Pijat di Junjung memang yahud banget, harganya murah, pijetannya enak, wangi, diiringi musik tradisional, dikasih minum, dan orangnya sopan-sopan. Enak banget... 

Mereka mijetnya gak keras, kayak dielus gitu, kita gak kesakitan, tapi rileks.  Rupanya Junjung hanya ada di Banjarmasin dan sekitarnya. Hiks, di Jakarta gak ada ya... yang murah, enak dan nyaman kayak di Junjung.. hiks...



Selesai dipijet, badan langsung lemes, rileks, pengen bobo, tapi laper lagi.. hihihihi... 

 


Dekat penginapan, kami cari makanan lagi, kali ini yang ada aja deh, yaitu nasi goreng dan mie bancir. Mie bancir ini seperti mie nyemek, becek gitu, gak kering dan gak terlalu banyak air.



Selesai makan, kembali ke penginapan dan tidur. Rasa lelah tiga kota #kelilingborneo sudah terbayarkan dengan dipijat, sekarang waktunya bobo.. hahaha...













#kelilingborneo (3), Banjarmasin 2, 24 Januari 2015

Pagi-pagi sebelum Shubuh kami sudah bangun, karena hari ini kami berencana ke pasar terapung Lok Baintan.  Pasar terapung di Banjarmasin ada 3, yaitu pasar terapung Sungai Kuin, pasar terapung Lok Baintan dan pasar terapung tengah kota.

Ketiga pasar terapung ini berbeda, tidak sama, ada keunikan tersendiri, dimana uniknya? Nah, hari kedua kami di Banjarmasin, kami menuju pasar Terapung Lok Baintan.

Jam 05:10 WITA setelah sholat Shubuh, kami berangkat menuju ke tepi sungai Martapuhra. Perjalanan menuju pasar terapung ini, awalnya mulus, namun ketika masuk ke sebuah desa menuju Lok Baintan, jalanan penuh batu dan tanah pun terhampar didepan kami.

Karena musim hujan, maka air sungai pun naik, sehingga tanah menjadi becek dan licin.  Ditambah jalanan gelap, matahari belum terbit.

Menuju pasar terapung Lok Baintan yang paling aman memang hanya motor. Karena kalau pakai mobil, jalananya sangat sempit, dan melewati beberapa jembatan kayu. Saat itu ada jembatan kayu yang tidak bisa dilewati mobil, sehingga cukup sulit menuju kesana kalau tidak menggunakan motor.


Sampai di jembatan pasar terapung, menjelang pukul 06:00 WITA. Beberapa pedagang menggungkan kelotok mendatangi rumah penduduk. Ya.. di pasar terapung ini, pedagang mendatangi rumah penduduk, dapur rumah.

Waktu April 2014 ke pasar terapung ini, saya sampai masuk dapur rumah, dan melihat transaksi jual beli. Rupanya sistem jemput bola sudah dilakukan masyarakat disini :)

Nah, , sekarang saya memotret dari jembatan, setelah cukup, saya menyewa perahu (kelotok) untuk memotret secara dari dekat. Ga puas kalau cuma foto dari dekat dari dapur rumah orang.

Lalu saya berjalan ke dermaga dan menyewa kelotok. Tawar menawar terjadi, akhirnya disepakati Rp 100.000,- untuk sewa mengikuti pedagang di pasar terapung. 

Uniknya di pasar terapung ini, transaksi jual beli tidak hanya dilakukan oleh pembeli yang ada di darat, tetapi juga yang naik kelotok, baik turis maupun sesama pedagang. Misal pedagang sayuran, kebetulan ingin membeli kue, ya mereka juga saling menjual dan membeli.


Selain pasar terapung, kelotok di sungai Martapura ini juga digunakan sebagai alat transportasi anak-anak sekolah. Beberapa pelajar berseragam SD hingga SMA terlihat memenuhi kelotok sebagai sarana transportasi menuju sekolah.

Selain foto-foto para pedagang yang mengunjungi pembeli, kami juga foto-foto narsis :)

jam 07:00 WITA, pasar terapung sudah mulai sepi, kami kembali ke penginapan untuk mandi. Cukup berkeringat berjemur di pasar terapung Lok Baintan. :)

Penginapan ini memang ada air panas, namun air sering kali mati, rupanya tidak secara otomatis, jika satu tabung habis, langsung pindah tabung berikutnya.  Ngeselinnya, didalam kamar tidak ada telepon, sehingga untuk memberi tahu air mati, kami harus turun ke bawah.  Nah, kalau kebetulan sendirian di kamar dan lagi dikamar mandi dan air mati, repot banget kan...


Dan satu lagi, walau namanya homestay, penginapan ini kurang ramah dengan backpacker yang bakal cuci baju dan jemur dikamar. Karena wastafelnya kecil banget, gimana mau cuci celana panjang, wong sama pakaian dalem aja, abis gak ada tempat. Untungnya ada laundry didekat penginapan.
Yang kedua, kunci wajib dititip di resepsionis, dengan alasan keamanan, untuk ambil barang kita jika terjadi sesuatu, mereka tidak ada duplikatnya, katanya.
Mereka berjanji gak masuk kamar, nyatanya? mereka masuk kamar dan matikan AC plus lampu. Alhasil, pakaian dalam yang kami cuci, gak kering2 walau sudah dijemur 3 hari didalam kamar.

Terpaksa, pakaian dalam juga cuci di laundry.  Memang banyak underwear kertas, namun waktu kami trip ke Samosir hingga Sabang, saya mengalami infeksi saluran kemih, menurut dokter salah satunya adalah lembabnya pakaian dalam. Nah, saat itu saya menggunakan celana dalam kertas. Memang sih, tidak semua orang sama. Dan saya pun baru mengalaminya, setelah sekian lama menggunakan pakaian dalam kertas setiap travelling.

Akhirnya untuk trip ini saya memutuskan tidak menggunakan pakaian dalam kertas. Kapok sakitnya luar biasa dan mahal ngobatinnya.

Setelah mandi, kami berangkat menuju Martapura. Dalam perjalanan, kami sarapan di nasi itik "tenda biru". 

Jadi inget lagunya Desy Ratnasari :) tapi ini gak ada hubungannya, udah saya tanyain kok.. haha..

Habis sarapan itik, kami melanjutkan perjalanan ke Martapura. Gak mudah, karena musim hujan, beberapa kali kami berhenti, mencari tempat untuk berteduh.

Di Banjar Baru, kami mampir dulu ke Museum Lambung Mangkurat. Di museum ini, tas harus dititipkan. Kamera, dompet dan hp boleh dibawa.  Sebelum masuk museum, lihat ada yang jual minuman es jeruk asli, wah, langsung pesen deh, kebetulan haus.. haha...




Jeruk ini dibuat langsung ketika kita pesan, jadi cukup bersabar menunggu jika pesanan banyak. Sekitar dua buah jeruk diperas. Prosesnya semi manual :)

Banjarmasin cukup panas, walaupun hujan, sehingga es jeruk ini cukup mengobati dahaga. Hahaha... 





Di dalam museum, kami melihat sejarah kota Banjarmasin, pasar terapung, pahlawan dan orang-orang yang dikenal.  Salah satu benda yang menarik adalah mushaf Al Quran yang ditulis tangan.


Selesai melihat-lihat museum, kami melanjutkan perjalanan menuju Martapura. Melihat pasar Martapura, desainnya indah, banyak tulisan arab disana. Berisi doa-doa. Menurut Eva, Banjarmasin memang dijuluki serambi Mekkah ke-2 setelah Aceh, karena muslimnya mayoritas disini.

Kami masuk kedalam pasar, awalnya kami pikir kami akan menemukan banyak pendulang intan, pengasah intan, ternyata tidak. Banyak penjual batu, dan gak beda jauh sama Asemka di Jakarta. Dan banyak barang di Asemka ada juga disini, hanya harganya nyaris dua kali lebih mahal.

Kamipun sempat mengintip keatas tempat intan, ternyata tidak menarik. Kalau pernah ke blok M, tempat batu-batu, jauh lebih menarik di blok M.

Karena kami dan Eva tidak terlalu suka batu dan tidak mengerti batu, kami jadinya hanya jalan-jalan saja menikmati pasar. Rasa lelah menuju tempat ini tidak terbayarkan.

Memang untuk menuju sungai tempat intan, masih jauh lagi masuk kedalam, sedangkan waktunya tidak cukup, kami tidak bawa persiapan untuk menginap.




Akhirnya kami melihat penjual gulali yang unik, selain menjual gulali, juga menjual susu, dengan membunyikan kaleng dengan irama tertentu. 


 
Seru ya lihat ekspresi Eva dan mas mamet menikmati susu. Warna cokrielat adalah susu cokelat, sedang warna merah adalah susu strawberi. Menurut penjualnya susu ini dibuat dari susu kental. Hm, ada gak ya susu kental strawberi?

Setelah menyeruput susu dan memakan gulali, kami mencari tempat makan, soto Banjar adalah pilihannya.  


Namun saat mencari tempat makan, kami melihat toko sendal yang memajang sendal yang sangat besar :)

Hayo, ngaku, sendal ini punya siapa... Haha.. kira-kira berapa ya ukuran sendal ini?? hehehe...

Setelah makan soto Banjar, kami pun sholat Ashar di samping pasar, oalah, melewati pasar, saya melihat tulisan kelompok tukang cukur pria. Hahaha... kelompok yang paling ditakutin Mas Mamet tuh.. hahaha...





Selesai sholat, kami menuju lapangan di samping pasar, untuk foto replika intan yang ada di ujung lapangan.

Karena hari sudah sore, kami memutuskan untuk pulang.  Hujan kembali mengguyur kami.  Sebelum Maghrib kami sudah berada di penginapan. Karena hari hujan, rencana menikmati matahari terbenam di sebuah rooftop hotel tidak jadi dilaksanakan, akhirnya setelah sholat Isya kami baru jalan kembali mencari makan malam.


Lontong di Banjarmasin yang cukup terkenal adalah lontong orari. Satu porsi terdiri dari dua lontong, jika ingin mencicipi dan takut tidak habis, bisa memesan 1/2 porsi, yaitu hanya 1 lontong saja.

Lontongnya berbentuk segitiga, rasanya sedikit manis. Lauknya bisa memilih ayam atau ikan.

Di Banjarmasin, ada teh lokal produksi Banjarmasin, namanya teh gunung saitria, rasanya enak, tidak ada rasa pahit.

Setiap ke Banjarmasin, saya selalu memesan teh gunung satria. Hanya di nasi itik tenda biru yang tidak menggunakan teh lokal.

Karena sudah sangat lelah, setelah dari lontong orari, kami menuju ke penginapan dan beristirahat, karena besok mau ke pasar terapung sungai kuin dan pasar terapung tengah kota.





#kelilingborneo(3), Banjarmasin 1







Kamis, 19 Maret 2015

#kelilingborneo (3), Banjarmasin 1, 23 Januari 2015




Perjalanan menuju Banjarmasin memakan waktu selama 4 jam, namun karena ada perbedaan waktu antara Palangkaraya dan Banjarmasin, perjalanan seperti lima jam. Naik Travel jam 10:00 WIB, sampai Banjarmasin jam 15:00 WITA.

Sampai Banjarmasin, kami menginap di Penginapan "Homestay Bintang", bukan ditengah kota, namun lokasinya tidak jauh dari rumah kawan kami, Eva, sehingga untuk wara-wiri kami bisa berdekatan dengan Eva. 

Homestay ini baru dibuka, namun gak seperti baru, rupanya, dulunya restoran, pantesan aja, banyak stop kontak diatas, dilangit-langit, mungkin untuk AC atau kipas diatas.

Untuk mencari kamar yang murah, kami memilih di lantai atas, yaitu lantai 3.  AC, kamar mandi dengan shower hot water, tapi tidak ada sarapan. Enaknya, didepan penginapan ada laundry kiloan yang bisa ekspres dan wangi.

Setelah check in, Eva datang bersama temannya untuk meminjamkan motornya pada kami. Karena kami cukup lelah, kami meminta untuk jalan yang dekat-dekat saja. Menikmati matahari terbenam. Eva mengajak kami ke menara pandang.  

Waktu saya ke Banjarmasin April 2014, menara pandang sedang dibangun. Alhamdulillah sekarang sudah selesai, sehingga kami bisa menikmati matahari terbenam disana. 

Sambil menunggu matahari sedikit turun dan memancarkan warna orange di langit sekitarnya, kami makan mie ayam dahulu, tepat di depan menara pandang.

Selesai makan, kami pun naik hingga ke lantai tiga. Yang lebih tinggi lagi bisa, hanya saja semua dikelilingi kaca. Kalau kacanya kotor, maka kalau motret hasilnya pun jadi gak jernih. Akhirnya kami turun ke lantai 3 saja. Kurang tinggi sih, tapi disinilah tempat menikmati keindahan sore kota Banjarmasin.

Selesai menikmati matahari terbenam, kami menikmati BPTV (Boarding Pass Travel Value) dari Garuda Indonesia.

Memang menuju Banjarmasin kami menggunakan travel, tapi perjalanan Jakarta - Pontianak dan Pontianank - Palangkaraya, kami menggukan maskapai Garuda Indonesia.  Dan keuntungan dari BPTV ini selama 7 hari setelah penerbangan kita dapat menggunakan discount di merchant yang bekerja sama. Bisa dimana saja dan tidak hanya satu kali. Terus menerus hingga 7 hari, dan tidak terikat tujuan. Walaupun bukan tujuan Banjarmasin, BPTV saya bisa digunakan. Baik Jakarta - Pontianak maupun Pontianak - Palangkaraya.

Nah, setelah dari menara pandang, kami mampir disebuah mall untuk menikmati diskon dari BPTV.  Dan sebelum kembali ke penginapan, kami mampir ke sebuah spa, Junjung buih beauty spa, untuk melihat paket-paket pijat disana, sekaligus pesan tempat. Maklum Junjun spa terkenal penuh.

Ugh, kesannya gaya banget ya, baru awal perjalanan sudah mau pijet. Haha.. iya, kami memang berencana pijet, sebelum terbang ke Balikpapan, karena selama di Banjarmasin, badan kami pasti cukup lelah, dan persiapan perjalanan panjang di Kalimantan Timur :)


 Selesai melihat daftar harga dan paket dari Junjung Buih dan spa, kami kembali ke penginapan, dan Eva pulang ke rumah yang jaraknya hanya 100m dari penginapan.