Jumat, 27 Februari 2015

#kelilingborneo (2), Palangkaraya 2, 22 Januari 2015


Keesokan harinya, kakak ipar sepupu saya meminjamkan motornya agar kami dapat menikmati kota Palangkaraya.
Di Palangkaraya ada angkutan umum yang kerap dinamakan "taksi kota" dengan tarif Rp 3.000,- jauh dekat sama saja.  Berbeda dengan Pontianak, angkutan umumnya, diberi nama "oplet".
Pertama-tama kami mengunjungi travel menuju Banjarmasin. Sejak Jalan Layang Tumbang Nusa dibangung, travel dan bus ke Banjarmasin semakin banyak.  Dengan menggunakan travel, waktu tempuh menuju Banjarmasin hanya 4 jam, sedang kalau menggunakan bis, waktunya lebih lama lagi.

Travel melayani tujuan Banjarmasin, mulai dari jam 08:00 WIB hingga 16:00 WIB setiap 2 jam sekali, sehingga dalam satu hari ada 5 perjalanan.  Yang perlu diingat, Palangkaraya waktunya adalah WIB, sedangkan Banjarmasin adalah WITA. Sehingga perjalanan memang 4 jam, namun, karena ada perbedaan waktu, maka perlu ditambah 1 jam.  Sehingga perjalanan dari Palangkaraya - Banjarmasin, sepertinya memakan waktu 5 jam, sedangkan sebaliknya, Banjarmasin - Palangkaraya, memakan waktu 3 jam :).

Sebenarnya pesawat yang langsung Palangkaraya - Banjarmasin, ada. Namun harganya diatas Rp 700.000,-. Sedangkan menggunakan travel hanya Rp 100.000,- dengan kenikmatan diantar dan dijemput, sehingga kita tidak perlu datang ke bandara, dan langsung diantar hingga ke tujuan.

Jika menggunakan bus, harganya memang lebih murah, namun waktu tempuhnya lebih lama, dan tidak ada antar jemput.

Setelah dari travel, kami sarapan di RM. Samba. RM ini menyediakan makanan khas suku Dayak. Suku Dayak banyak menggunakan makanan dari hutan dan sungai, karena kehidupan suku Dayak banyak di tengah hutan.

Makanan yang kami pilih adalah akar talas. Rasa makanan ini sedikit asin.  Memang makanan khas Dayak cenderung manis seperti masakan Jawa.




Yang disebelah kiri ini seperti ikan teri, namanya ikan siluang. Digoreng tepung menunya.  Rasanya berbeda dengan teri, karena ikan ini hidup di sungai, sehingga tidak ada rasa asin.



Sedang yang dibawah ini adalah jeroan ikan, isi perut dalamnya ikan.









Yang dibawah ini adalah kandasarai, yaitu ikan diberi bumbu sereh. Rasanya sedikit pedas.



Makanan khas Dayak banyak diambil dari hasil hutan, seperti umbut rotan, umbut kelapa, umbut pisang, umbut karet, umbut aren, kelakai, dll.  Sedangkan hewan airnya seperti ikan seluang, ikan taoman, udang sungai, ikan patin, dll.


 
Selesai sarapan, kami menuju jalan layang Tumbang Nusa, untuk foto-foto. Iya, foto-foto. Soalnya jalanan ini bagus untuk narsis, hahaha...
 
Butuh waktu sekitar satu jam untuk mencapai jalan ini dengan kecepatan motor sedang, sekitar 40-50KM/ jam.

Namun,ditengah perjalanan, ban motor kempes, kami pikir ban bocor karena paku. Kami berjalan sedikit, tidak lama kami temui warung dengan tukang tambal ban.


Setelah diperiksa, ban kempes tidak ada paku, namun untuk amannya, kami mengganti ban dalam.


Selesai mengganti ban dalam, kami meneruskan perjalanan menuju jalan layang.
  
Yang saya suka dari Palangkaraya adalah kotanya cantik, bersih, dan banyak ornamen daerahnya, Dayak, sehingga ketika kita menginjakkan kaki ke kota ini, terasa perbedaan bahwa saya ada di kota A.  

Beberapa kota yang pernah saya datangi dan masih mempertahankan simbol-simbol daerah, seperti Yogyakarta, beberapa kota di Sumatera Utara (tapi bukan Medan) seperti Pulau Samosir dan sekitarnya, Padang. Selebihnya, saya melihat tidak ada keunikan-keunikan. 

Selain cantik, bersih dan banyak ornamen dayaknya, langit di Palangkaraya pun cantik. Semakin siang, warna langitnya semakin biru.   

Di jalan layang ini, selain sepi, langitnya juga bagus.  Saya ke Palangkaraya April 2014 dan Januari 2015 saat musim hujan, tetapi langitnya, tetap saja indah.



Waktu April 2014 saya ingin sekali bisa foto loncat di jalan layang ini, namun tidak ada yang bisa memotret saya saat itu.


Kali ini saya pergi bersama suami yang mampu motret juga, sehingga keinginan saya tercapai untuk foto disini.



Mohon tindakan ini jangan ditiru ya, terutama buat anak-anak. Karena kendaraan disini kencang-kencang.

Di sepanjang jalan layang ini ada sekitar 3-4 tukang pentol di sebelah kiri dan kanan jalan. Sebelum melaksanakan foto loncat, saya makan dulu.  Banyak orang makan disini dan melihat aksi kami, tapi tidak seorangpun yang mencemooh, bahkan mereka bilang jalan yang lebih bagus lagi ada, lebih mulus, namun kami sendiri merasa sudah cukup jauh berjalan.

 
Jadi kami memutuskan di jalan ini saja, sambil makan pentol. :) pentol itu seperti bakso, hanya saja makannya ditusuk seperti sate, lalu dicelupkan ke kuah bumbunya.
  
Karena lapar lagi, saya memesan pentol dengan kuahnya, ya jadi mirip bakso :) namun jika dimakan tidak dalam keadaan panas, gajihnya keluar, dan makan jadi gak seru lagi :)

Selain makan, saya juga mencoba minum softdrink dingin rasa strawberry.  Harga pentol satu mangkok Rp 7.000,- dan softdrink pakai es Rp 1.000,-

Selesai makan dan foto-foto narsis, kami menuju Palangkaraya kembali, mau motret jembatan sungai Kahayan. 




Tetapi sebelum ke jembatan, kami sholat dulu di sebuah masjid unik. Masjid Fathul Iman namanya. Masjid ini sedang direnovasi.

Tidak ada kubah di masjid ini. Dibelakang masjid, ada lapangan dengan tiang bendera merah putih.

Masjid ini dekat dengan bandara. Lokasi masjid ini, persis di seberang Sekolah Luar Biasa (SLB). Beberapa remaja sedang berkumpul. Sepintas mereka terlihat tidak berbeda dengan remaja tanggung, namun ketika diamati, mereka melakukan obrolan dengan bahasa isyarat.

Subhanallah, saya terharu melihat mereka, mereka tersenyum melihat saya, seperti tidak ada suatu yang aneh.


Rasa syukur atas nikmat Allah terhadap apa yang kita miliki, seharusnya lebih banyak lagi saya lakukan. Hiks...


Selesai sholat, kami berjalan menujui pasar besar Palangkaraya.  Di pasar ini, saya mengunjungi seorang ibu pembuat abon ikan tahoman.


Tidak sulit mencari gang tempat ibu itu tinggal, walau saya baru satu kali kesana. Namun kebingungan saya malah terjadi ketika sudah didalam gang. Karena rumah kontrakan si ibu sudah rata dengan tanah.


Waktu saya kesana pertama kali, tempat di foto sebelah kanan ini adalah rumah ibu, waktu itu saya duduk lesehan menikmati nasi kari (rasanya seperti nasi uduk, hanya disana bilangnya nasi kari) dengan abon ikan tahoman diatasnya.

Saya bertanya kepada tetangga, ibu itu rupanya tinggal di kontrakan anaknya, tidak jauh dari tempat tinggalnya dulu. 


Menurut si ibu, yang punya rumah kontrakan menjual rumahnya untuk dijadikan gedung atau mall. Miris juga mendengarnya.

Padahal, saya baru 9 bulan yang lalu mampir (pertama kali April 2014, kedua kali Januari 2015).  Namun keadaan cepat berubah.

Dalam ketiadaan, ibu menyuguhi kami nasi kari dengan abon ikan taoman dan air mineral. Saya sudah niatkan membeli abon ikan taoman si ibu, rupanya si ibu memberikan gratis satu bungkus abon. Beli 1 gratis 1 dengan ukuran yang sama. Saya membeli ukuran 500gr, diberi gratis 500gr. 

Selain itu, ibu juga menggratiskan makanan yang dihidangkan. Masya Allah, ibu walaupun sedang kesulitan, tetap memberi. Ibu ingin juga "ngasih oleh-oleh" abon taomannya ini. 
Karena perjalanan kami #kelilingborneo masih lama dan jauh (ini baru kota ke-2), maka kami memutuskan abon dikirim saja menggunakan ekspedisi.  Dan kami dapat laporan dari orang rumah, abonnya enak, semua suka. Alhamdulillah, semoga Allah membalas kebaikan ibu dengan kemudahan-kemudahan dan ridho Allah SWT. Aamiin...

Di pasar besar banyak menjual souvenir Palangkaraya, namun karena kami baru menempuh perjalanan, kami hanya lewat sambil mengamati toko-toko souvenir. Namun tidak ada yang menarik, kami melanjutkan menuju pasar Kahayan. Waktu saya ke pasar Kahayan dulu, saya melihat banyak orang Dayak jualan obat-obat Dayak. Unik dan bagus untuk difoto-foto.  


Namun, tak lama kami mendengar adzan, kami sholat Ashar di masjid raya Nurul, tidak jauh dari pasar besar.

Selesai sholat, kami menuju pasar Kahayan, namun sayang, pasarnya sudah tutup, karena sudah sore. 
Dari pasar Kahayan, kami menuju SPBU disamping hotel Amaris. Di dekat SPBU ada lapangan, kita dapat menikmati jembatan sungai Kahayan dari sini. 
Selain dari lapangan disamping SPBU juga dapat menikmati jembatan ini dari tugu Soekarno.

Setelah puas foto-foto, kami menuju RM. kampung lauk.  Sore-sore menikmati langit kemerahan menjelang terbenam matahari dari RM ini.  




Untuk menikmati matahari terbenam, RM ini tidak langsung mengarah ke matahari. Namun RM ini berada di tepi sungai Kahayan, sehingga dapat menikmati suara air sungai, suara perahu melintas, suara burung.


Di RM ini kami memesan udang sungai asam manis, ikan haruan dan sambal terasi.  Udang disini adalah udang sungai, sehingga rasanya berbeda dengan udang laut yang sering kita makan, dan tetap enak, pastinya. Sebenarnya, disini, juga terkenal ikan patin-nya, hanya saja waktu saya tiba di rumah mertua sepupu, kami disuguhi patin bakar dari RM. Kampung Lauk. Jadi kami memutuskan tidak mencicipi lagi.  Rasa patin bakarnya? saya nambah sampai dua piring loh :)

Selesai makan, kami menuju tugu Soekarno dan menikmati suasana malam jembatan sungai Kahayan. Kali ini saya mengambil dipinggir sungai Kahayan di dalam tugu Soekarno.


Jembatan sungai Kahayan cantik jika malam hari, hanya saja lampunya ada yang mati beberapa sehingga jembatan terlihat tidak begitu terang. 


Setelah puas foto-foto, kami pulang menuju rumah mertua sepupu, dan bersiap untuk ke Banjarmasin esok hari.