Wisatawan banyak yang datang kesini karena memang aksesnya mudah. Namun harga-harga yang ditawarkan jauh lebih mahal dari pasar terapung Lok Baintan.
Menuju pasar terapung sungai Kuin bisa menggunakan motor atau mobil, kemudian parkir di dermaga dan kita menyewa perahu (kelotok).
Karena ramai, maka harga sewa kelotok pun mahal. Dari harga Rp 400rb ditawarkan. Kami menolak, kami ingin bergabung dengan kelompok lain agar lebih murah patungannya, gak boleh.
Edan. Aturan yang dibuat sepihak. Jadi kalau kita datang berbeda rombongan, gak bisa langsung jadi satu.
Kami pun bete, memang di pasar terapung sungai kuin tidak bisa dari rumah penduduk, karena sungainya besar sekali, tidak ada jembatan, dan sungai ini mengarah ke Laut, sehingga memang diperlukan kelotok untuk ke pasar terapung.
April 2014 lalu kami menyewa kelotok Rp 150rb, Eva berusaha menghubungi kelotok yang dulu, sayangnya sedang sakit, dan tidak mau ambil dari dermaga yang kami datangi, karena sudah ada bagian-bagiannya, sedangkan dermaga yang dulu kami datangi, cukup jauh, dan lebih dari 1 jam menuju pasar terapung.
Akhirnya kami pergi ke parkiran motor, salah seorang penyewa kelotok menghampiri kami, dan bertanya berapa harga yang kami mau. Kami menyebutkan Rp 150rb. Bagi kami itu sudah cukup mahal, karena jaraknya sudah sangat dekat. Awalnya mereka tidak mau, namun setelah melihat kami serius mau pergi, mereka mengalah.
Saya bisiki Eva, "wah, berarti kudu gertak juga ya..." Eva mengangguk. Akhirnya kami masuk kelotok, katanya mau digabung sama yang lain. Nyatanya cuma kami saja yang ada di kelotok.
Di pasar terapung sungai Kuin terlihat memang diadakan untuk jual beli, berbeda dengan pasar terapung Lok Baintan yang melewati perumahan warga. Di pasar terapung sungai Kuin kita akan melihat banyak kapal besar, ada pengangkut kayu-kayu, dan lain-lain.
Untuk belanja disinipun harus menggunakan kelotok, bukan menunggu dibelakang rumah. Memang suasananya berbeda antara dua pasar terapung ini.
Makan pagi, kami membeli soto banjar sungai terapung.
Seru juga makan nasi dengan kuah di kelotok. Haha, dan soto banjar pasar terapung sungai Kuin ini terkenal loh. Waktu April 2014 lalu, saya gak makan soto Banjar di pasar terapung ini, karena pas ga jualan.
Selesai dari pasar terapung sungai Kuin, ada sebuah pulau, namanya pulau Kembang. Salah satu tempat wisata juga, yang dihuni oleh orang hutan.
Enaknya di pulau Kembang ini, walau orang hutan-nya liar, tetapi tidak ganas. Makanan yang kita genggam, dambil dengan lembut dengan tangannya yang kecil. Namun jika kita lengah, orang utan akan sigap mengambil makanan kita, baik yang didekat kita atapun yang kita bawa. Agar lebih yakin, kita bisa minta tolong acil (tante) pemandu untuk menjaga kita.
Yang anehnya, orang utan ini tidak berani mengambil makanan yang berada ditangan pemandu, walaupun pemandu ini lengah. Haha.. pintar-pintar ya.. Kalau beruntung, kita bisa ketemu Bekantan yang pemalu. Bekantan ini singkatan Belanda Kalimantan, sejenis monyet berhidung panjang, dengan rambut berwarna cokelat kemerahan.
Selapas dari pulau Kembang, kami kembali ke parkiran motor dan menuju pasar terapung pusat kota. Pasar terapung pusat kota, pasar terapung Siring Tendean, biasanya mulai pukul 08:00 WITA. Di pasar ini uniknya, pembeli tidak perlu menyewa kelotok, cukup duduk dipinggir sungai, maka para pedagang menghampiri.
Backgroundnya pun berbeda, suasana kota Banjarmasin ada di pasar terapung ini. Pasar terapung tengah kota ini hanya ada hari Minggu pagi. Jadi jika anda ingin ke Banjarmasin dan menikmati 3 macam pasar terapung, pastikan anda berada di Banjarmasin pada hari Minggu.
Selesai foto-foto di pasar terapung Siring Tendean, kami pulang ke penginapan. Eva pergi sejenak ke sahabatnya yang menikah dan dilanjutkan dengan siaran. Eva ini juga penyiar radio loh..
Di penginapan, kami mulai berkemas, karena besok akan melanjutkan perjalanan menuju Balikpapan. Tidak lupa kami menghubungi Junjung Buih Spa, karena rencananya nanti malam kami mau pijat disana. Badan sudah mulai remuk, karena kurang istirahat, dan manggul kamera plus tripod tentunya.
Jam 13:00 WITA, Eva sudah nongol lagi di penginapan, dan mengajak makan siang khas Banjar, namanya selada Banjar. Iya, makan daun selada, lalapan, tapi yang ini bukan dilalap :)
Namun, rumah makan Selada Banjar yang terkenal enak, sudah habis, akhirnya kami mencari ditempat lain, dan ternyata sudah habis juga. Akhirnya Eva mengajak kami ke tempat terakhir. Memang harganya cukup mahal, tapi minimal kami sudah mencicipi Selada Banjar.
Karena saya gak suka selada, saya memilih makanan lain, dan lagi-lagi udang. Hehehe....
Hujan terus mengguyur, sehingga kami cukup lama di restoran ini. Setelah itu kami pulang ke penginapan mengambil kamera, karena rencananya mau hunting matahari terbenam di rooftop hotel.
Jangan ngebayangin rooftop di Jakarta yang lantainya bisa 40an lebih, di Banjarmasin gedungnya ga tinggi-tinggi, Jadi gak akan bisa lihat seluruh Banjarmasin dari hotel ini :)
Menjelang Maghrib, kami menuju hotel ini dan langsung memesan makanan (lagi). Rupanya banyak juga yang makan disini, namun karena kursinya cukup banyak, baik diluar dan didalam, sehingga kami tidak perlu antri. Hm, sepertinya ada yang lagi motret prewed.. hahaha...
Sehabis Maghrib kami menuju Junjung Buih Spa untuk dipijat. Paket yang kami pilih adalah Pijat komplit 90 menit, pijat tradisional dan siatsu. Harganya Rp 80rb dan diskon 20% dari BPTV (Boarding Pass Travel Value) Garuda Indonesia.
Pijat di Junjung memang yahud banget, harganya murah, pijetannya enak, wangi, diiringi musik tradisional, dikasih minum, dan orangnya sopan-sopan. Enak banget...
Mereka mijetnya gak keras, kayak dielus gitu, kita gak kesakitan, tapi rileks. Rupanya Junjung hanya ada di Banjarmasin dan sekitarnya. Hiks, di Jakarta gak ada ya... yang murah, enak dan nyaman kayak di Junjung.. hiks...
Selesai dipijet, badan langsung lemes, rileks, pengen bobo, tapi laper lagi.. hihihihi...
Dekat penginapan, kami cari makanan lagi, kali ini yang ada aja deh, yaitu nasi goreng dan mie bancir. Mie bancir ini seperti mie nyemek, becek gitu, gak kering dan gak terlalu banyak air.
Selesai makan, kembali ke penginapan dan tidur. Rasa lelah tiga kota #kelilingborneo sudah terbayarkan dengan dipijat, sekarang waktunya bobo.. hahaha...