Jumat, 16 Mei 2014

Jalan-jalan pagi dihari Waisak 2558



Hari Waisak ini, saya mengunjungi sebuah Vihara di daerah Curug, Gunung Sindur, Bogor.  Niatnya mau mengabadikan moment keagamaan. Orang lain mungkin ke candi Borobudur, atau ke Teluk Naga Tangerang, saya mencoba yang dekat dengan rumah.

Kebetulan, ada murid saya (waktu saya mengajar di SMK. Broadcasting) yang beragama Buddha. Nah, kesempatan deh, nanya-nanya.

Dulu sih, sempet liputan acara-acara di Teluk Naga, tapi itu dulu, pakai video... Jadi inget, beberapa hari liputan, dari pagi sampai tengah malam, gak cuma manjat jendela, tapi juga manjat pohon, sambil megang camera video yang cukup gede (DVC pro - Panasonic, kira-kira 8kg dengan Battere Anton Bauer).

Nah, balik lagi ke jalan-jalan saya tadi. Saya yang memang masih buta tentang agama Budha, agak melongo melihat Vihara. Tadinya saya pikir akan banyak warna merah, dan bangunannya berbentuk tanduk seperti rumah Minang. Ternyata pikiran saya salah, itu klenteng, rumah ibadah untuk agama Konghuchu. Aih... betapa bodohnya saya... hehehe...


Ketika saya ketemu murid saya, saya tanya, nanti ada biksu?, murid saya menggeleng. Saya bengong. Kemudian saya bertemu dengan pengurus Vihara, dari pengurus saya mendapat informasi bahwa Budha di Vihara ini berlaliran Mahayana. 'Waduh, saya benar-benar harus banyak belajar nih'.  Dari hasil googling, saya mendapatkan beberapa aliran Budha. 'Waw... benar-benar ilmu nih...'

Hasil googlingan saya, mendapat ilmu, Buddha terbagi :
1. Mahayana yang artinya kendaraan besar
2. Hinayana yang artinya kendaraan kecil. Namun istilah ini tidak digunakan kembali, Sharavakayana. Atau juga dikenal sebagai ajaran Theravada.

Wah, nama-namanya kok seperti dari India ya.. Yup, betul, lagi-lagi saya bengong... Ternyata Buddha itu berasal dari India... Waduh, ternyata saya benar-benar orang yang buta...

Karena saya orang yang masih buta, saya gak mau panjang lebar menjelaskan, bisa googling sendiri deh tentang Buddha.  Saya disini mau bercerita jalan-jalan saya ke Vihara yang beraliran Mahayana.


Di daerah Curug, Gunung Sindur ini, yang beragama Buddha sekitar 75% dan tidak semua keturunan etnis Tionghoa.

Di dalam Vihara, saya melihat umat Buddha duduk simpuh dengan tangan terkatup didepan dada. 





Kedua tangan mengapit sebuah nenju atau juje atau jutsu atau rumbai 3. Ditangan sebelah kanan mengapit rumbai 3 sedangkan disebelah kiri 2 rumbai.  Jumlah maniknya (tama) 108 butir, yang artinya 108 jiwa, 108 hasrat, 108 orang suci dan 108 pengetahuan.




Buku yang dipegang ini namanya Sutra-sutra. Buku ini isinya doa-doa dengan tulisan huruf kanji (huruf Jepang). Beberapa ada yang menggunakan tulisan latin, namun ibu yang dibawah ini, membaca doa tanpa tulisan latin. Hebat euy :)




Dalam upacara sembahyang, juga ada menabuh tambur. Tambur ini dipukul dengan irama yang sudah diatur sebagai penyemangat. Ada urutannya, gak bisa sembarang menabuh :)












Kemudian altar ditutup kembali. Sembahyang selesai, acara diakhiri dengan bersalaman dan ramah tamah.




Untuk foto lengkapnya, silahkan lihat di :https://www.facebook.com/dessyindah.nathalia/media_set?set=a.10152420791178536.1073741880.642113535&type=3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar